Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan

PERMASALAHAN PENDUDUK

Orang yang pertama mengemukakan teori mengenai penduduk ialah “Thomas Robert Malthus. Dalam edisi pertamanya “Essay Population “ tahun 1798. Malthus mengemukakan adanya dua persoalan pokok, yaitu bahwa bahan makanan adalah penting utnuk kehidupan manusia dan nafsu manusia tidak dapat ditahan. Bertitik tolak dari hal itu teori Malthus yang sangat terkenal yaitu bahwa berlipat gandanya penduduk itu menurut deret ukur, sedangkan berlipat gandanya bahan makanan menurut deret hitung, sehingga pada suatu saat akan timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan penduduk.
Tidak lama setelah Malthus mengemukakan pendapatnya, timbullan kemudian bermacam-macam teori/pandangan sebagai kritis atau sebagai perbandingan atas teori Malthus. ,misalnya saja pandangan yang mengemukakan bahwa pertambahan penduduk itu merupakan hasil (resulta) dari keadaan sosial termasuk ekonomi, dimana orang saling berhubungan dan terkenal sebagai teori sosial tentang pertambahan penduduk.
Disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu dalam kehidupannya terkait dengan alam atau daerah dimana mereka hidup. Oleh karena itu penduduk dunia itu bertambah karena kelahiran lebih besar dari kematian, sehingga tingkat kelahiran lebih besar dari tingkat kematian. Ini disebabkan karena manusia sebagai mahluk hidup akan selalu berusaha agar mempunyai keturunan dan memperjuangkan hidupnya untuk dapat hidup panjang (berumur panjang) dan ini sering dikenal dengan teori alam tentang pertumbuhan penduduk.

Study Kasus :
Sebaran Penduduk yang Tidak Merata
19-April-2010
Ternyata, setelah sekian lama dipusingkan dengan permasalahan demografi berupa urbanisasi, migrasi dari desa ke kota, permasalahan yang tidak kalah peliknya adalah kurangnya jumlah penduduk di daerah-daerah asal urbanisasi. Ini terjadi di mana saja, dan contoh gamblangnya daerah saya. Dari namanya, sudah terkenal dari dahulu, bahwa Pacitan adalah daerah asal para perantau, baik level propinsi, pulau, negara, maupun hingga ke manca negara.
Sebaran Migrasi dan Profesi
Untuk level propinsi, mayoritas masyarakat mengadu nasib ke Surabaya. Maklum, kota ini adalah ibu kota propinsi dan merupakan kota terbesar ke-dua di Indonesia dengan segala potensinya, terutama di bidang industri dan jasa. Kota-kota yang lain, adalah Madiun, Malang, dan beberapa kabupaten lain yang tantangan alamnya lebih enteng dibanding Pacitan. Level pulau, adalah ibu kota propinsi dan kota-kota besar lain, seperti Yogyakarta, Semarang, Solo, Bandung, Bogor. Mayoritas pupulasi untuk level pulau adalah Jabodetabek. Jelas, karena perputaran uang di Indonesia, sekitar 70 % berada di kawasan ini.
Untuk migrasi tingkat nasional, warga Pacitan menyebar ke beberapa daerah konsentrasi, khususnya Pulau Sumatera, Kepulauan Riau, serta Bangka Belitung. Untuk perpindahan ke Sumatera, biasanya dilatarbelakangi oleh program transmigrasi nasional yang marak digalakkan dari tahun 1980 – 1990. Sedangkan daerah tujuan yang lain, karena memiliki daya tarik secara ekonomi, baik sebagai daerah industri, jasa, maupun pertambangan.
Adapun untuk level manca negara, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam merupakan daerah yang tidak asing bagi warga Pacitan. Khususnya Singapura dan Malaysia, sejak abad 19 kedua wilayah tersebut sudah dijadikan tujuan migrasi. Contohnya kakek saya, ketika masih bujang, sekitar tahun 1912 merantau beberapa tahun di Malaysia dan membuka lahan perkebunan di sana, yang konon hingga kini masih ada tetapi masih dalam status quo kepemilikannya.
Macam pekerjaan yang dilakukan saudara-saudara warga perantauan asal Pacitan sangat beragam. Dari pembantu rumah tangga, sopir, karyawan swasta, guru, dokter, pelaku usaha, pegawai negeri, birokrat, hingga yang terkenal saat ini adalah presiden. Jadi, sebagai daerah “pengekspor” tenaga kerja, profesi yang ada sangat komplit.
Permasalahan kependudukan
Namun, di luar “keberhasilan” mengirimkan tenaga ke luar daerah, Pacitan memiliki permasalahan yang sepertinya klasik, sebagaimana dialami daerah lain di negara-negara berkembang. Kelangkaan jumlah penduduk menjadi penyebab lambatnya (jika tidak boleh dibilang mandeg) pembangunan dan kenaikan tingkat kesejahteraan. Rumah tangga yang dahulunya memiliki warga rata-rata 5 orang, kini semakin berkurang seiring semakin dewasanya anak-anak. Dengan fasilitas pendidikan yang terbatas serta fasilitas untuk mencari penghidupan yang sedemikian rupa, orang tua yang berorientasi pada masa depan selalu mengirimkan anak-anaknya untuk mencari ilmu dan nafkah di daerah lain yang memungkinkan.
Selain terbatasnya fasilitas di atas, keberhasilan program Keluarga Berencana yang digalakkan pada masa orde baru cukup memberi andil pada pengurangan jumlah penduduk. Bukti gamblangnya ada di sekolah-sekolah. Untuk tingkat Sekolah Dasar, pada masa 1980 – 1993, rata-rata satu desa memiliki empat SD dengan siswa tiap kelas di kisaran 25 – 40 orang. Kini, seiring semakin sedikitnya populasi, jumlah SD tiap desa sudah mulai berkurang. Semua karena permasalahan jumlah murid yang semakin sedikit. Di desa saya, dari 4 SD menjadi 3 SD saja. Padahal idealnya, berdasarkan luas wilayahnya minimal dilayani 5 SD.
Permasalahan lain, adalah semakin banyaknya populasi lansia yang tidak diimbangi oleh penduduk usia produktif. Ini berakibat pada semakin berkurangnya tenaga-tenaga yang biasa mengerjakan profesi pertanian dan perkebunan. Padahal rata-rata penduduk desa memiliki lahan perumahan, perkebunan atau persawahan yang tentunya tidak bisa dikerjakan sendiri. Seperti halnya keluarga ibu saya. Dari 13 bersaudara, yang tersisa di Pacitan hanya 3. Lima orang ke Jakarta, dan lima lagi ke Surabaya dan beranak-pinak di kota-kota tersebut. Begitu pula dengan keluarga dari nenek, ada yang hijrah ke malaysia di sekitar 1940-an, serta mayoritas berurbanisasi ke Jakarta. Orang tua saya, yang hanya memiliki dua orang anak, mengalami hal serupa. Kini, keduanya yang sudah mulai sepuh, masih bertahan di Pacitan. Padahal keduanya dalam kondisi yang kurang fit akhir-akhir ini. Saya di Surabaya, dan kakak di Malang. Padahal ada beberapa tempat selain pekarangan yang harus ditengok dan dikelola.
Konversi Lahan
Lahan yang dulunya berupa sawah, demi meminimalkan perawatan yang membutuhkan tenaga dan konsentrasi, terpaksa dikonversi ke perkebunan atau ladang. Terlebih akhir-akhir ini harga kayu dan hasil kebun lebih menjanjikan dibandingkan hasil persawahan. Konversi lahan ini menurut saya ke depannya tentu menjadi salah satu andil dalam kelangkaan bahan makanan.
Dengan kompleksitas permasalahan demografi tersebut, harus dilakukan langkah-langkah nyata untuk menanggulangi dampak buruknya. Di antaranya pemerataan pembangunan, baik berupa fasilitas umum maupun fasilitas berusaha. Kemudahan akses transportasi dan informasi serta perizinan yang tidak mendholimi masyarakat juga harus dikedepankan. Selain itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat harus lebih digalakkan agar ketika ada keinginan untuk urbanisasi, paling tidak berfikir seribu kali karena masih ada iming-iming program ini.


Opini :
Menurut saya, permasalahan penduduk ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, dengan demikian penduduk pun akan merasa nyaman dan mendapat kehidupan yang layak.

RUMUSAN ANGKA KELAHIRAN

Dalam demografi, istilah tingkat kelahiran atau crude birth rate (CBR) dari suatu populasi adalah jumlah kelahiran per 1.000 orang tiap tahun. Secara matematika, angka ini bisa dihitung dengan rumus CBR = n/((p)(1000)); di mana n adalah jumlah kelahiran pada tahun tersebut dan p adalah jumlah populasi saat penghitungan. Hasil penghitungan ini digabungkan dengan tingkat kematian untuk menghasilkan angka tingkat pertumbuhan penduduk alami (alami maksudnya tidak melibatkan angka perpindahan penduduk (migrasi).
Indikator lain untuk mengukur tingkat kehamilan yang sering dipakai: tingkat kehamilan total - rata-rata jumlah anak yang terlahir bagi tiap wanita dalam hidupnya. Secara umum, tingkat kehamilan total adalah indikator yang lebih baik untuk tingkat kehamilan daripada CBR, karena tidak terpengaruh oleh distribusi usia dari populasi.

Ini lah rumus yang di pakai untuk menghitung kelahiran yang ada di lingkungan masyarakat :

Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate = CBR)
Rumus
CBR= B/P x1000
keterangan :
CBR= Angka Kelahiran Kasar
B = Jumlah kelahiran
P = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun, P = (P0 + P1)/2,
Po = jumlah penduduk pada awal tahun dan
P1 = jumlah penduduk pada akhir tahun.

Cara Menghitung
Angka Kelahiran Kasar (CBR) dihitung dengan membagi jumlah kelahiran pada tahun tertentu (B) dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama (P).
Sumber : http://sauoniproject.blogspot.com/2010/09/angka-kelahiran-kasar-crude-birth-rate.htm

Rumus Angka Kelahiran:

Pn = (1 + r) n x Po

Pn = jumlah penduduk yang dicari pada tahun tertentu (proyeksi penduduk)
r = tingkat pertumbuhan penduduk dalam prosen
n = jumlah dari tahun yang akan diketahui
Po = jumlah penduduk yang diketahui apa tahun dasar

Study Kasus :
 Tahun 2000 ada 122.670 kelahiran & jumlah penduduk pertengahan tahun 2000 = 4.264.490 orang
              B
CBR = ---- x k
             P
         122.670
= --------------- x 1000 = 28,8 per 1000 pddk
      4.264.490

Ukuran ini sangat kasar krn membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk tengah tahun pada hal yg mempunyai risiko melahirkan hanya perempuan usia 15-49 tahun.


Angka Kelahiran Umum (General Fertility Rate = GFR)
Banyaknya kelahiran hidup pada suatu periode (tahunan) per 1000 penduduk perempuan usia 15-49 tahun Pertengahan tahun periode/tahun yg sama.
Rumus
                  B
GFR = ---------- x k
            Pf 15-49
keterangan:
B = jumlah kelahiran selama suatu periode (1 tahun)
Pf 15-49 = jumlah perempuan 15-49 th pertengahan tahun
k = konstanta (1000) 

Opini :
Menurut saya, perhitungan angka kelahiran ini sangat perlu dan penting guna mengetahui pertambahan populasi manusia dalam bentuk perhitungan.

PENGERTIAN ANGKA KELAHIRAN

Angka kelahiran atau biasa disebut dengan fertilitas adalah salah satu unsur dari pertambahan penduduk secara alami. Tingkat kelahiran dapat dihitung dengan rumus yang sudah dijelaskan di atas.

Study Kasus :
Angka kematian ibu di Indonesia menempati urutan pertama di Negara kawasan Asia Tenggara yaitu 307/100.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi juga masih tinggi yaitu 35/1000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007). Sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) no 4 dan 5 didalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi adalah pencapaian angka kematian ibu menjadi 112/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 20/1000 kelahiran hidup.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.

Opini :
Menurut saya, keseimbangan antara angka kematian dan kelahiran perlu di perhatikan, karena jika angka kematian dan kelahiran tidak seimbang akan berdampak buruk bagi kehidupan, seperti contoh di atas yang mengatakan tingkat kematian lebih tinggi daripada tingkat kelahiran, jika itu terus terjadi maka lama-kelamaan populasi akan semakin berkurang. 


(sumber : 
1. http://yudhamelandiputra.blogspot.com 
2. http://proemergency-ems.blogspot.com/ )

Sumber : Ilmu Sosial Dasar Oleh: Harwantiyoko, Neltje F. Katuuk Penerbit Gunadarma

0 Response to "Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan"

Post a Comment

Pages