- PERBEDAAN SISTEM PELAPISAN DALAM MASYARAKAT
Menurut sifatnya maka sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi :
1. Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Didalam sistem ini perpindahan anggota masyarakat kepelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa. Didalam sistem yang demikian itu satu-satunya jalan untuk dapat masuk menjadi anggota dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Sistem pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyarakatnya mengenal sistem kasta
2. Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Didalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke pelapisan yang ada dibawahnya atau naik ke pelapisan yang di atasnya. Sistem yang demikian dapat kita temukan misalnya didalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki segala jabatan bisa ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Tetapi di samping itu orang jug adapt turun dari jabatannya bila ia tidak mampu mempertahankannya.. Status (kedudkan) yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri diebut “achieved status”
- TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Pelapisan masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas :
1. Kelas atas (upper class)
2. Kelas bawah (lower class)
3. Kelas menengah (middle class)
4. Kelas menengah ke bawah (lower middle class)
Beberapa teori tentang pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
1) Aristoteles mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat sekali, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya.
2) Prof. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH. MA. menyatakan bahwa selama di dalam masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai.
3) Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang berbeda-beda.
4) Gaotano Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang kurang berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
5) Karl Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan jika masyarakat terbagi menjadi lapisan-lapisan social, yaitu :
- ukuran kekayaan
- ukuran kekuasaan
- ukuran kehormatan
- ukuran ilmu pengetahuan
Study Kasus :
Di India, Nyawa Bisa Melayang Karena Beda Kasta
Meski sudah memasuki era modern, namun budaya Kasta di India tetap dipakai. Kekerasan pun kerap terjadi, dan wanita lebih banyak jadi korban.
Polisi India memeriksa wanita yang tewas dibunuh. Asha Saini, 19 tahun, dan Yogesh Kumar, 20 tahun, saling jatuh cinta. Mereka rencananya akan segera menikah. Tapi, keluarga Saini tidak setuju karena calon suami hanya seorang sopir taksi. Pihak keluarga menilai, pekerjaan sejenis itu tak pantas buat keluarga mereka. Namun, sebenarnya penolakan itu lantaran Kumar berasal dari kalangan kasta rendah.
Namun, Saini tetap bersikeras untuk menjalin cinta dengan Kumar. Upaya memisahkan keduanya pun dilakukan pihak keluarga Saini. Gadis itu dipaksa untuk dinikahkan dengan pria lain.
Upaya itu ternyata tak berhasil. Cinta sudah begitu menyatu di kedua remaja itu. Akhirnya pilihan tragis dipilih keluarga Saini. Keduanya dibunuh. “Kami membunuh mereka berdua karena kami menentang hubungan itu. Jika seseorang datang ke rumah anda untuk bertemu anak perempuan anda, apa lagi yang harus kami lakukan?” kata paman Saini yang bernama Om Prakash, saat dia dan ayah kandung Saini, ditahan pihak kepolisian India.
Saini dan Kumar menjadi salah satu korban di antara lima kasus yang sama di India pada Juni 2010 lalu. Mereka dibunuh karena dianggap menodai kehormatan keluarga. Umumnya yang menjadi korban adalah anak perempuan, yang dianggap seharusnya menjaga kehormatan keluarga.
Pihak kepolisian mengatakan, pihak keluarga sebelumnya sudah mencoba cara untuk memisahkan Saini dan Kumar, namun tak berhasil.
Polisi menetapkan paman dan ayah Saini sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan. Tetangga Saini mengaku mendengar jeritan keras pada malam hari, sebelum akhirnya polisi datang dan menemukan Saini dan Kumar tewas.
“Tongkat kayu berukuran besar digunakan untuk menghabisi keduanya. Gadis itu menjerit, dan mengatakan”Bunuh saya tapi jangan bunuh Kumar,” kata Umesh Kumar menirukan kata-kata terakhir Saini. Umesh adalah tetangga keluarga Saini. “Mereka memukul Saini dengan sangat kejam, dan darah keluar dari kepala Saini.”
Kumar mengatakan, dirinya mencoba untuk menolong gadis malang itu, dengan cara menelpon polisi, namun pesawat telpon miliknya rusak. Tetangga lain tak berani meminjamkan telpon karena tak ingin ikut campur.
“Itu bukan urusan kami. Anak gadis itu memang seharusnya patuh pada orang tua,” kata salah satu tetangga keluarga Saini, yang tak mau disebut namanya.
“Yang paling memprihatinkan dari setiap kasus pembunuhan semacam ini, pembunuhnya adalah mereka yang memiliki hubungan keluarga,” kata Wakil Deputi Komisioner Polisi Narendra Bundela.
Di India, kasus pembunuhan dengan mengatasnamakan “Pembunuhan demi kehormatan keluarga” tidak hanya terjadi di pedesaan, tapi juga di kota besar seperti New Delhi.
Masih belum terdata dengan jelas, berapa banyak kasus pembunuhan semacam itu. Namun pihak pemerintah, pengadilan tinggi hingga Mahkamah Agung India berusaha mencari jalan keluar agar kasus pembunuhan sadis semacam itu dapat diredam.
Akibat maraknya kasus pembunuhan atas nama kehormatan itu, anggota kabinet India mengadakan pertemuan untuk membahasnya. Hasilnya, pihak pemerintah akan mengubah hukuman ringan menjadi lebih berat kepada pelaku pembunuhan semacam itu. Sebelumnya, sudah banyak didapati, hukuman bagi pelaku pembunuhan demi kehormatan itu, lebih ringan bahkan lepas dari jeratan hukum, sehingga menyebabkan masih tingginya kasus pembunuhan sejenis itu.
Dr. Ranjana Kumari, Kepala Pusat penelitian Sosial India mengatakan, kasus-kasus pembunuhan seperti yang dialami Saini dan Kumar merupakan contoh ekstrem dari benturan budaya modern dan tradisi kuno India.
“Kehormatan keluarga, biasanya secara tradisional ada pada anak perempuan. Dan ketika anak perempuan tak patuh, maka dianggap menodai kehormatan keluarga,” kata Ranjana.
“Itulah beban berat yang ditanggung anak perempuan di India. Termasuk apa dan bagaimana mereka memakai pakaian, sekolah di mana, di mana mereka tinggal, menikah, semuanya harus menunggu keputusan keluarga,” tambah Ranjana.
Renu, 27 tahun, kakak perempuan Kumar, mengatakan dia dan adiknya tinggal menumpang di rumah kerabat, setelah orangtua mereka meninggal beberapa tahun lalu. “Saya kehilangan segalanya. Saya sebatang kara sekarang,” kata Renu sambil menangis terisak. Dia menambahkan, dirinya begitu dekat dengan Kumar.
“Rasa duka ini akan ada seumur hidup saya. Saya ingin keadilan. Apa yang terjadi pada adik saya juga harus dirasakan para pelaku pembunuhan itu. Mereka harus dihukum gantung,” ujar Renu.
Seperti dimuat di National Geographic, ratusan, mungkin ribuan, wanita di India menjadi korban pembunuhan seperti yang dialami Saini. Banyak kasus yang tak dilaporkan, dan para pelakunya tak pernah tersentuh hukum.
Opini :
Menurut saya, pembagian golongan seperti contoh study kasus di atas masih banyak di terapkan di berbagai macam daerah, masi banyak orang yang memandang sesamanya menurut kasta, harta, dan sebagainya. Hal seperti ini dapat di anggap benar tapi bisa juga di anggap salah, karena jika di lihat dari sisi positif dari penerapan ini, hal ini menunjukkan nilai budaya turun temurun yang di wariskan oleh leluhur, sedangkan jika di lihat dari sisi negatif, hal ini memperlihatkan nilai kemanusian yang membeda-bedakan sesama menurut golongan nya. Jadi hal ini dapat di katakan benar, dapat juga di katakan tidak.
(Sumber :
(Sumber :
1. Ilmu Sosial Dasar Oleh: Harwantiyoko, Neltje F. Katuuk Penerbit Gunadarma
2. http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_3243/title_pelapisan-sosial-dan-kesamaan-derajat/
3. http://toentas.com/?p=945)
3. http://toentas.com/?p=945)
0 Response to "Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat"
Post a Comment