TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam Pasal-pasal berikut ini : - Pasal 14 Pembentukan Kontrak
- Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan - Pasal 16 Syarat Transaksi - Pasal 17 Kesalahan Transkasi - Pasal 18 Pengakuan Penerimaan - Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan - Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan - Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan
Darri Pasal – pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.
(Sumber :
1. Pokok Pikiran dalam RUU Informasi & Transaksi Elektronik (ITE)
2. Implikasi Pemberlakuan RUU ITE
3. RUU Tentang Informasi Dan Transaksi )
Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan
sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini; Azas dan tujuan
telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan,
sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan
penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989
tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua
ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.
UU
ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa
pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang
sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam
penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.Perkembangan
teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup
telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah
ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut
dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi
dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang
mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut,
artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat
membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya
jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi
informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang
dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII
tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna
teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati
lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan
norma yang ada.
(Sumber :
1. Keterbatasan UU
2. UU Telekomunikasi )
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah
hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni
dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada
ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud
tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada
keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk
keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan
berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut.
Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta ©.
Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya
untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya
semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Normal 0
false false false EN-US X-NONE X-NONE
LINGKUP HAK CIPTA
a. Ciptaan Yang Dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu :
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan,
Arsitektur, Peta, Seni batik, Fotografi, Sinematografi
6. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
b. Ciptaan Yang Tidak Diberi Hak Cipta
Sebagai Pengecualian Terhadap Ketentuan Di Atas, Tidak Diberikan Hak Cipta Untuk Hal - Hal Berikut :
1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara
2. Peraturan perundang-undangan
3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah
4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim
5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
BENTUK DAN LAMA PERLINDUNGAN
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut
kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak
Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung
hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun
demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan :
1. Program computer
2. Sinematografi
3. Fotografi
4. Database
5. Karya hasil pengalih wujud dan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
PELANGGARAN DAN SANKSI
Dengan Menyebut / Mencantumkan Sumbernya, Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Hak Cipta Atas :
Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar
dari Pencipta.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika
Perbanyakan itu bersifat komersial.
Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas
dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan
umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi
yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya: perubahan
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti Ciptaan bangunan : pembuatan salinan cadangan suatu
Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan
sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara
maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program
komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
PENDAFTARAN HAK CIPTA
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu
diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan
suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat
surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal
di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan
tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen
HKI-DepkumHAM).
(Sumber :
1. Ruang Lingkup UU Tentang Hak Cipta
2. Prosedur Pendaftaran HAKI di DEPKUMHAN )
- Cara pengumpulan data pribadi
- Tujuan pengumpulan data pribadi
- Penggunaan data pribadi
- Pengungkapan data pribadi
- Akurasi dari data pribadi
- Jangka waktu penyimpanan data pribadi
- Akses ke dan koreksi data pribadi
- Keamanan data pribadi
- Informasi yang tersedia secara umum.
Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
Melengkapi laporan OECD, The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut. Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan hukum pidana Negara-negara Anggota, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime tersebut. Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of the Committee on Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya ( http://www.cybercrimes.net), yang menurut Prof. Susan Brenner (brenner@cybercrimes.net) dari University of Daytona School of Law, merupakan perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer, jaringan atau data, serta berbagai penyalahgunaan sejenis.
Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut, telah jelas bahwa cybercrime membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional. Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:
- Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
- Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
- Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
- Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
- Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties
(Sumber : Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act(Malaysia) Dan Council of Europe Convension of Crime Cyber Crime )